Sabtu, 30 April 2011

Obsesi, Candu, dan Cinta

Sedari pagi tadi mendung. Tapi rasanya tak ada alasan untuk menancapkan kesan murung. Toh, jalan raya tetap saja penuh dengan mobil yang "pamer paha", padat merayap tanpa harapan. Mall-mall tetap saja ramai, dengan diskon weekend-nya yang menggoda iman dan membuat semua alasan menjadi mungkin untuk merogoh kocek lebih dalam. Yah, syukur-syukur kalo masih ada. Kalo pun tidak mencukupi, tetap bersyukur saja bahwa saya masih sempat jalan-jalan di antara keramaian, menikmati pemandangan barang-barang aduhai, dan tidak membelanjakan satu dua barang sekena hati saya tanpa mempertimbangkan perlu atau tidaknya dibeli saat ini. 

Dan, sore ini masih mendung sehingga lampu kamar perlu bertugas lebih awal. Jalanan semakin ramai, anak-anak kecil tetangga sebelah tetap riuh sebagaimana biasanya. Saya yang sedang in the mood segera mengambil posisi di depan meja. Minuman hangat menjadi teman akrab di sore yang seperti ini: seduhan teh hijau dengan jeruk nipis dan madu. Besok, cokelat bolehlah mengantri. 

Apa yang hendak saya uraikan sebenarnya bukanlah hal baru. Bahkan, sudah terlalu banyak yang membahasnya. Namun, sepertinya memang ia tidak akan pernah habis untuk digali, tak akan pernah bosan untuk dibicarakan, tak akan akan pernah jemu untuk diekspresikan. Kontennya kurang lebih sama. Akan tetapi, setiap orang selalu merasa memiliki pengalaman dan sudut pandangnya masing-masing, termasuk saya :D

Seputar cinta dan kawan-kawannya. Beberapa gejala mirip dan melibatkan "aku" serta "kamu". Saya akan membawa teman-temannya cinta yang juga biasa diusung dalam puisi, lagu, dan cerita: Obsesi dan Candu.

Obsesi.
Dari berbagai uraian yang tertera dalam kamus Bahasa Indonesia, obsesi selalu memiliki makna yang kurang lebih sama, yaitu sesuatu hal yang muncul terus di dalam pikiran, ada yang bilang sangat menggoda seseorang, sangat sukar dihilangkan, dan bisa menjadi gangguan jiwa. Gejala-gejala yang muncul pada orang yang terhinggapi ini sangat mungkin akan merasa gelisah, bertanya-tanya "Mengapa selalu kau yang muncul di dalam pikiranku?" atau "Mengapa kau tidak mau pergi dari pikiranku?". Tahukah kamu, tanpa sadar, obsesi bisa menjadi ilusi bagi diri. Dengan sosoknya yang terus ada di pikiran dan harapan yang muncul baik secara sadar maupun tidak sadar untuk menemukan sosok itu, seolah-olah semua orang menjadi mirip dengannya atau ia ada di mana-mana. *Ckckckck...nah loh!*

Candu.
Candu itu asal mulanya dari suatu getah kering tumbuhan jenis tertentu yang dipakai untuk mengurangi rasa nyeri dan merangsang rasa kantuk. Namun, seiring dengan semakin berkembangnya bahasa, candu seringkali dipadankan dengan sesuatu yang sangat digemari, membuat ketagihan. Jika tidak dipenuhi, maka akan membuat si pecandu merasa sangat kesakitan. Inilah yang membuat seseorang membutuhkan seseorang yang lain untuk selalu ada bagi dirinya. Berharap sangat akan keberadaannya, jika engkau tidak ada kau bisa membunuhku perlahan. maaf terlalu picisan Jadi terpikir jangan-jangan ini yang membuat seseorang menjadi begitu posesif.    

Cinta.
Kita sampai juga di sini. Cinta selalu disandingkan dengan kasih sayang, keterpikatan antara laki-laki dan perempuan, harapan, dan rindu. Kita sudah sama-sama tahu bahwa banyak yang berusaha mengartikan kata yang seringkali diagung-agungkan ini. Banyak juga yang mengatakan bahwa gejala-gejala di atas mungkin saja mengarah pada cinta. Kalau begini, seolah-olah antara satu dengan yang lainnya overlap. Saya sendiri lebih suka mengurainya dengan menggunakan istilah "aku" dan "kamu".  

Jika pada obsesi dan candu, "aku"-lah yang harus "kamu" penuhi. Posisi "aku" menjadi lebih kuat di sini dan menampakkan sisi egoisme manusia. "Kamu" bisa saja lebih dipandang sebagai objek daripada subjek. 

Akan tetapi, pada cinta "kamu" adalah subjek. Tidak selalu berarti bahwa "aku" yang "kamu" penuhi, "aku" juga ingin memenuhi "kamu". Tidak heran, jika cinta itu tidak jauh-jauh dari sifat memberi, ketulusan, dan kepedulian. "Aku" dan "kamu" inilah yang melahirkan istilah "kita", yang menempatkan keduanya dalam posisi yang seimbang dan selayaknya berkecukupan karena saling memenuhi antara satu dengan lainnya.   

Begitulah, sekiranya uraian subjektif saya mengenai cinta dan dua orang kawannya.
Selamat menikmati datangnya malam. Rembulan sedang redup, bintang tak ramai, namun lelampu jalanan masihlah semarak di kota ini. 

adenofa @Laksmi, Depok.